erek belalang

2024-10-09 15:54:57  Source:erek belalang   

erek belalang,bolagila88,erek belalangJakarta, CNN Indonesia--

Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, blak-blakan mengatakan Iranmerupakan musuh terbesar AS.

Dalam sebuah wawancara dengan CBS yang disiarkan pada Senin (7/10), calon presiden dari Partai Demokrat itu menjawab tegas kala ditanya soal siapa "musuh terbesar" Amerika Serikat. Ia berujar Iran merupakan "musuh terbesar" Washington.

"Saya pikir ada satu yang jelas dalam pikiran, yaitu Iran. Iran berlumuran darah Amerika, [salah satunya ketika] serangan 200 rudal balistik terhadap Israel," kata Harris, seperti dikutip Al Jazeera dan CNBC.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Iran menembakkan sekitar 200 rudal balistik dan hipersonik ke Israel pada 1 Oktober lalu. Serangan itu diklaim balasan atas genosida Israel di Palestina dan Lebanon, serta balasan atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.

Lihat Juga :
Kenapa Negara-negara Arab Pilih Netral saat Iran vs Israel Perang?

Serangan Iran itu cuma berlangsung beberapa jam, namun sukses membuat dunia was-was. Pasalnya, sejumlah pejabat Israel mengatakan kepada media Axios bahwa militer kemungkinan bakal melancarkan serangan balasan yang menargetkan fasilitas minyak Iran, bahkan tak terkecuali fasilitas nuklir.

Sejalan dengan persoalan fasilitas nuklir ini, Harris dalam wawancara itu juga mengatakan bahwa Iran tak boleh sampai memiliki kemampuan nuklir yang mumpuni. Ia menekankan prioritasnya saat ini yakni mencegah Teheran mencapai kapabilitas tersebut.

"Yang perlu kita lakukan adalah memastikan bahwa Iran tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk menjadi negara berkekuatan nuklir. Itu adalah salah satu prioritas tertinggi saya," ucapnya.

Pilihan Redaksi
  • Apakah Bahrain Sekutu AS dan Israel?
  • Iran Ultimatum Arab: Bantuan Apa Pun ke Israel Bakal Dapat Balasan
  • 7 Front yang Mengepung Israel di Timur Tengah

Permusuhan antara Amerika Serikat dan Iran bukan hal baru. Iran sudah terlibat dalam Perang Dingin dengan Amerika Serikat selama lebih dari 40 tahun.

Konflik di Timur Tengah belakangan ini pun telah memaksa AS berfokus pada Iran, alih-alih pada Rusia, China, maupun Korea Utara, yang juga merupakan musuh Washington.

Pada 2018, mantan Presiden AS Donald Trump membatalkan Kesepakatan Nuklir Iran, yang memberikan keringanan sanksi kepada Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Di bawah pemerintahan Trump, AS menjatuhkan serangkaian sanksi kepada Iran.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sempat mendorong agar kesepakatan itu dihidupkan kembali pada 2022. Namun, perundingan itu gagal setelah Gedung Putih menuduh Teheran memasok senjata dan melatih pasukan Rusia dalam invasinya ke Ukraina.

Seiring dengan itu, AS pun menjatuhkan lebih sanksi kepada Iran, sambil mempertahankan sanksi-sanksi yang telah dijatuhkan di era Trump.



(blq/dna)

Read more