rtp gbowin

2024-10-08 04:10:05  Source:rtp gbowin   

rtp gbowin,qqgaming88,rtp gbowin

Daftar Isi
  • DPR buang badan
  • Redup Pengaruh Jokowi di Akhir Kepemimpinan
  • Jokowi curhat ditinggal ramai-ramai
Jakarta, CNN Indonesia--

DPR akhirnya menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pencalonan kepala daerah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pada Minggu (25/8).

Kondisi ini berbanding terbalik ketimbang sikap DPR pada Rabu (21/8) kemarin, yang mendorong pengesahan Revisi UU Pilkada ke Rapat Paripurna meskipun bertabrakan dengan putusan MK.

Sebelumnya, Baleg DPR menyepakati RUU Pilkada dibawa ke paripurna. RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP yang menolak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.

Baleg DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.

Partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.

Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di Pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.

DPR buang badan

Sejumlah pengamat politik menilai sikap 'buang badan' itu terpaksa diambil oleh DPR lantaran tekanan dari rakyat yang menolak RUU Pilkada melalui aksi demonstrasi sangatlah besar dan semakin tidak terbendung.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan langkah tersebut otomatis dilakukan lantaran resisten dari masyarakat sudah terlanjur membesar.

Ia meyakini para partai politik tersebut telah melakukan kalkulasi dan meyakini dampak negatif yang diterima akan jauh lebih besar jika terus mendorong pengesahan RUU Pilkada. Oleh sebab itu, Agung menilai sikap buang badan menjadi solusi paling realistis yang dapat diambil oleh DPR.

"DPR tak ingin melawan arus opini dan persepsi publik yang menghendaki putusan MK agar diikuti semua pihak tanpa kecuali termasuk DPR, Pemerintah dan KPU," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/8).

Agung mengatakan salah satu pertimbangan yang diambil oleh DPR lantaran isu #KawalPutusanMK berkembang secara masif dan menjadi perhatian masyarakat secara nasional.

Isu tersebut, kata dia, juga mampu menggerakkan seluruh elemen masyarakat sipil secara organik dan serentak di seluruh wilayah Indonesia. Terlebih gerakan itu berpotensi menimbulkan gejolak politik yang lebih besar jika terus dilawan oleh pemerintah ataupun DPR.

Lihat Juga :
DPR Setujui Aturan KPU Soal Pencalonan Gubernur Sesuai Putusan MK

"Karena bila ini terus diabaikan, maka dampaknya bisa menghadirkan instabilitas politik. Menimbang isu #KawalPutusanMK sudah sangat viral," jelasnya.

Pendapat senada juga diamini oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin. Menurutnya, apabila aksi demonstrasi terus berlanjut di pelbagai daerah, bukan tidak mungkin gejolak politik seperti tahun 1998 akan kembali terulang untuk kedua kalinya.

"Karena tekanan massa, demonstrasi yang begitu besar begitu banyak, begitu menggema itu bisa memicu peristiwa 98 kalau diteruskan RUU Pilkada," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

"Tidak main-main. DPR paham itu, makanya membatalkan RUU Pilkada sekaligus menyetujui PKPU yang dibuat dengan merujuk pada putusan MK," imbuhnya.

Redup Pengaruh Jokowi di Akhir Kepemimpinan

Lebih lanjut, Ujang memandang beralihnya sikap DPR itu tidak bisa dilepaskan dari faktor Presiden Joko Widodo yang sudah mulai ditinggalkan dan kehilangan pengaruh.

Ia lantas mengibaratkan posisi Jokowi dalam peta politik nasional tak ubahnya seperti 'bebek lumpuh'. Ujang menilai tekanan yang biasa dilakukan Jokowi saat ini sudah tidak mempan lagi digunakan lantaran masa jabatannya yang hanya tersisa dua bulan saja.

"Jokowi sudah mulai ditinggalkan dia sudah kehilangan pamor, harga diri dan pengaruhnya. Jokowi ini sudah seperti bebek lumpuh," tuturnya.

Oleh sebab itu, Ujang mengatakan satu-satunya langkah yang paling masuk akal diambil oleh DPR yakni dengan melemparkan bola panas kemarahan publik kembali kepada Presiden Joko Widodo.

"Itu menjadi pilihan bagi Parpol daripada digeruduk massa ataupun dicerca, lebih baik diarahkan kepada Jokowi. Ini lebih kepada posisi Jokowi yang sudah mulai lemah dan ditinggalkan," jelasnya.



Menurut Ujang, kondisi saat ini juga sudah jauh berbeda ketimbang Pilpres kemarin, ketika Gibran Rakabuming yang juga anak Jokowi bisa maju lewat putusan MK.

Ketika itu, masa jabatan Jokowi masih cukup lama sehingga pengaruhnya sangatlah kuat. Selain itu, para partai politik juga membutuhkan faktor dukungan dari Jokowi untuk memenangi Pilpres.

Sementara, kata dia, faktor-faktor tersebut saat ini sudah tidak lagi dirasakan oleh partai politik. Sebab, satu-satunya yang diuntungkan lewat RUU Pilkada hanyalah Jokowi lantaran anaknya Kaesang Pangarep dapat maju di Pemilihan Gubernur.

"Tidak ada untungnya juga bagi parpol untuk memaksakan kehendak Jokowi. Kepercayaan publik pada Parpol dan pemerintah bisa hancur dan itu bahaya. Lebih baik jokowi ditinggalkan dan mengikuti putusan MK," jelasnya.

Di sisi lain, Agung menilai sikap berbeda yang diambil DPR tersebut juga berkaitan dengan masa kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang akan segera dilantik.

Menurutnya keputusan itu diambil lantaran Prabowo yang juga sebagai pemimpin Koalisi Indonesia Maju (KIM) enggan menanggung 'dosa' pemerintahan sebelumnya ketika baru akan mulai menjabat sebagai presiden.

Apalagi, kata dia, isu dinasti politik saat ini sudah sangat mengakar di masyarakat dan bisa merusak kepercayaan terhadap pemerintahan ke depannya.

"Prabowo tak ingin membawa beban politik yang besar ketika mulai menjalankan pemerintahan. Menimbang isu Trah Jokowi ini sudah menjadi isu publik yang berulang," pungkasnya.

Jokowi curhat ditinggal ramai-ramai

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga sempat curhat soal dinamika politik. Dia menyindir pihak yang datang ramai-ramai di awal lalu pergi ramai-ramai di akhir.

Jokowi tak menjelaskan siapa pihak yang ia maksud. Namun, ia bercerita hal itu saat membahas rasa salutnya terhadap NasDem yang mendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meskipun pernah berbeda jalan di Pilpres 2024.

"Biasanya datang itu ramai-ramai, terakhir begitu mau pergi, ditinggal ramai-ramai. Tapi saya yakin itu tidak dengan Bapak Surya Paloh, tidak dengan Bang Surya, dan tidak juga dengan NasDem," kata Jokowi pada pembukaan Kongres III Partai NasDem, Jakarta, Minggu (25/8).

Jokowi juga berkata sudah biasa menghadapi perbedaan pendapat meskipun dengan pihak yang pernah bekerja sama.

"Saya pernah salaman, hari ini salaman, sepakat, lalu seminggu kemudian beda. Enggak apa-apa, saya kira sangat bagus," ucap Jokowi tanpa menjelaskan momen yang dimaksud.

(tfq/isn)

Read more