neo777

2024-10-09 04:01:44  Source:neo777   

neo777,tikettoto,neo777

MAGETAN, Jawa Pos Radar Madiun- Sesuai diprediksi sebelumnya, puncak kemarau membawa dampak signifikan terhadap frekuensi kebakaran di Magetan.

Data dari petugas kebakaran menunjukkan bahwa sejak Januari hingga awal bulan September ini, tercatat sudah ada 66 kejadian kebakaran di Magetan.

Peningkatan tajam amuk si jago merah itu terjadi pada rentang bulan Agustus-September.

Baca Juga: Kebakaran Pabrik Triplek di Ponorogo Berhasil Dipadamkan, Butuh Waktu Setengah Hari Lebih

Jika di bulan lalu ada 32 kejadian, pada bulan ini (hingga 3 September) sudah terjadi tujuh insiden kebakaran (selengkapnya lihat grafis).

Terbaru, kebakaran terjadi di dekat pemukiman warga, Selasa (3/9). Lokasinya berada di timur Jalan Mayjend Sukowati, tepatnya di Kelurahan Sukowinangun, Kecamatan Magetan.

Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 10.15 WIB itu, amuk si jago merah melahap tumpukan material bangunan yang terdiri dari triplek, kayu, dan bambu.

Baca Juga: Gudang Olahan Kayu Diamuk Si Jago Merah, Pengusaha Rugi Ratusan Juta Rupiah, Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran

"Kebakaran paling sering terjadi disebabkan oleh pembakaran sampah di dekat lahan. Suhu panas dan angin kencang seringkali membuat api cepat membesar kemudian tak terkendali,’’ Menurut Kabid Damkar Satpol PP dan Damkar Magetan Ali Sukamto.

Akhir-akhir ini, intensitas kebakaran lahan menjadi hal yang umum terjadi.

Meskipun sering kali tidak menimbulkan korban jiwa atau kerugian material yang signifikan, kebakaran yang terjadi dekat pemukiman tetap menjadi ancaman serius.

Baca Juga: Kecelakaan Maut di Jalan Raya Maospati-Magetan, Motor Ditabrak Mobil, Dua Korban Terlempar ke Sungai

Banyak petani, setelah panen tebu, membakar sisa daun kering di sawah. Dengan adanya angin kencang, api seringkali sulit dikendalikan dan memicu kebakaran lahan.

"Penting bagi masyarakat untuk memahami langkah-langkah antisipasi agar kebakaran bisa diminimalisir di seluruh wilayah Magetan,’’ pesan Ali. (ril/naz)

Read more