keluaran kamboja kemarin

2024-10-08 03:51:53  Source:keluaran kamboja kemarin   

keluaran kamboja kemarin,togel hk hari ini,keluaran kamboja kemarinJakarta, CNN Indonesia--

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas baru-baru ini mengeluarkan aturan yang membuka lebar keraneksporpasir laut. Padahal sudah 20 tahun eksporpasir lautdilarang.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan penerbitan peraturan soal ekspor pasir laut itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Isy menekankan ekspor pasir laut tak akan dilakukan secara serampangan. Izin ekspor akan diberikan Kemendag usai kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

"Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ucap Isy dalam keterangan resmi, Senin (9/9).

Ia yakin tujuan pengaturan ekspor pasir laut ini sejalan dengan PP Nomor 26 Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023 silam. Menurutnya, pengaturan dilakukan guna menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, serta kesehatan laut.

Di samping itu, pengaturan ekspor pasir laut dapat mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Jenis pasir laut yang boleh diekspor diatur dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri KKP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.

Untuk dapat mengekspor pasir laut dimaksud, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi termasuk ditetapkan sebagai eksportir terdaftar (ET), memiliki persetujuan ekspor (PE), dan terdapat laporan surveyor (LS).

Lihat Juga :
Dosen ITB Ungkap Biang Kerok Jumlah Kelas Menengah Turun

Perizinan ekspor pasir laut sebenarnya sempat dilarang pemerintah sejak 20 tahun lalu oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum PDIP itu pada masa pemerintahannya membatasi eksploitasi pasir laut melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.

Kala itu, Megawati melarang ekspor pasir laut demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil.

Namun, kebijakan itu diubah oleh Jokowi melalui PP 26/2023 sehingga keran ekspor dibuka lagi. Dalam Pasal 6 beleid itu, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan untuk mengendalikan hasil sedimentasi di laut. Berdalih mengendalikan sedimentasi itu, Jokowi mengizinkan sejumlah pihak untuk membersihkannya.

Gelombang penolakan mencuat usai PP terbit, terutama dari organisasi lingkungan, seperti Greenpeace, Walhi, mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti hingga para nelayan.

Greenpeace dan Walhi tegas menolak ikut terlibat dalam kajian PP tersebut, serta meminta Jokowi mencabut aturan itu. Bahkan, keduanya mengancam akan menggugat PP tersebut jika tetap dijalankan.

Lihat Juga :
Menhub Buka Peluang Gandeng Asing Kelola Bandara IKN dan Sepinggan

Sebelum Megawati melarang ekspor pasir laut pada masa itu, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut ke Singapura.

MengutipReuters,Indonesia pertama kali melarang ekspor pasir laut pada 2003. Larangan ekspor itu dipertegas pada 2007 silam sebagai bentuk perlawanan aksi pengiriman pasir secara ilegal ke Singapura.

"Sebelum pelarangan, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara 1997 hingga 2002," tulis laporan tersebut.

Sedangkan menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019, Negeri Singa itu adalah importir pasir laut terbesar di dunia. Bahkan, Singapura mengimpor 517 juta ton pasir laut dari para negara tetangganya, termasuk Malaysia, dalam dua dekade lamanya.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengurai sejumlah bahaya pembukaan keran ekspor pasir laut tersebut. Pertama, bahaya terhadap alam dan lingkungan kelautan imbas pengerukan pasir laut.

Menurutnya, kegiatan ekstraktif atas pasir laut memiliki kesamaan dengan aktivitas ekstraktif lainnya, yakni bisa merusak lingkungan. Maka itu, aturan untuk kegiatan lingkungan, seperti pertambangan sangatlah ketat.



Kedua, Ronny mengatakan potensi kerusakan lingkungan ini biasanya akan berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat nelayan yang beroperasi di kawasan pengerukan pasir laut.

"Biota lautnya akan hancur, sehingga potensi ekonomi perikanan dan ekonomi kelautan di kawasan tersebut akan menurun, yang akhirnya merugikan masyarakat nelayan," ucap dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/9).

Ketiga, terkait dengan nilai tambah. Ronny menjelaskan ekspor pasir laut tidak sesuai dengan platform kebijakan pemerintah yang sedang menggalakkan hilirisasi dan nilai tambah.

Ia menilai aktivitas menggeruk pasir lalu menjualnya mentah-mentah dapat menghilangkan kesempatan Indonesia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari kegiatan penambahan nilai sebuah komoditas.

Keempat, bahaya kedaulatan dan teritorial. Ia melihat jika pasir laut dijual misalnya ke Singapura dan digunakan untuk proyek reklamasi di kawasan perbatasan dengan Indonesia, hal itu akan melebarkan daratan Negara Singa itu yang kemudian berimbas pada perubahan perbatasan kedua negara.

Di samping itu, ia menilai sistem kuota ekspor bisa diterapkan untuk membatasi ekspoitasi pasir laut dengan pertimbangan tertentu untuk menetapkan volumenya. Namun, kata dia, itu hanya sekadar opsi saja.

Lihat Juga :
Pengamat Ingatkan Pertamina dan PLN Hati-hati Beralih ke Energi Hijau

"Pengaturan yang lengkap dan komprehensif sangat diperlukan, agar tidak terjadi imbas negatif yang merugikan masyarakat dan negara di kemudian hari, termasuk pengaturan tentang mana kawasan yang boleh dan tidak boleh dikeruk pasirnya," jelas Ronny.

Ronny menilai manfaat membuka keran ekspor pasir laut lebih kecil ketimbang risikonya, terutama dari sisi lingkungan dan ekonomi rakyat. Secara fiskal, pendapatan hanya akan dinikmati oleh segelintir eksportir dan penambang pasir, juga pemerintah. Sementara imbasnya akan diterima oleh ekosistem laut dan masyarakat di kawasan pengerukan.

Agar kebijakan ekspor pasir laut tak berdampak buruk ke lingkungan, ia menyarankan aturan yang diberlakukan harus sangat ketat, terutama soal pengaturan zonasi.

"Mana kawasan yang diperbolehkan dan mana yang tidak, dengan berbagai pertimbangan, mulai dari pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menduga Singapura ikut serta melobi dalam pembukaan keran ekspor pasir laut Tanah Air.

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menurunkan luas wilayah Indonesia, dan malah mendorong perubahan atau pelebaran luas wilayah Negeri Singa.

"Ini kita tahu bahwa Singapura itu menjadi negara pengimpor pasir laut tersebut. Jadi kalau kita berbicara mengenai kedaulatan wilayah, siapa yang akan diuntungkan di sini, yaitu Singapura," tutur Andry.

[Gambas:Photo CNN]

Ia mengatakan sejak Megawati melarang ekspor pasir laut, perubahan dari luas wilayah Singapura tidak naik secara signifikan, berbeda dengan sebelum ekspor dilarang. Menurutnya, peningkatan luas wilayah Singapura bisa dilakukan salah satunya dari ekspor pasir laut.

Andry menyebut pelarangan ekspor pasir laut juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Artinya, masih ada aktivitas ekspor pasir laut sejak dilarang Megawati pada 2002 hingga 2007.

"Nah ini dibuka lagi melalui Permendag dalam hal ini. Ini sebetulnya kita bisa tahu, siapa kalau bukan Singapura yang meminta untuk Indonesia membuka lagi ekspor pasir laut. Karena selain Singapura, tidak mungkin negara-negara seperti Belanda dan Belgia, dua negara pengimpor pasir laut yang besar juga," jelas dia.

"Tapi, kalau melihat dari latar geografis, saya rasa Singapura yang paling diuntungkan dari sini," imbuh Andry.

Selain itu, Andry berpendapat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari diberlakukannya aturan ini tidak akan besar. Hal ini terlihat dari data PNBP Kementerian KKP dari ekspor pasir laut. Berdasarkan perhitungannya, pendapatannya tidak terlalu besar, bahkan tidak mencapai Rp1 triliun.

"Kemungkinan besar ya di sekitaran Rp500 miliar per tahun. Sangat-sangat kecil," tuturnya.

Andry pun memaparkan dampak secara langsung dan tidak langsung dari aktivitas penambangan pasir yang dihasilkan dari permintaan negara-negara pengimpor seperti Singapura. Ia mengungkap adanya implikasi aktivitas penambangan pasir ilegal yang akan memberikan dampak bagi lingkungan.

Menurut dia, dampak negatif akan terasa terutama oleh para nelayan. Andry mengatakan imbas kebijakan itu nelayan tentu harus menangkap ikan lebih jauh karena kawasan laut yang akan tercemar. Hal ini berimplikasi terhadap biaya penangkapan ikan yang akan meningkat.

"Tentunya harga ikan bisa jadi lebih mahal," ucap dia.

Dampak lain termasuk juga abrasi pesisir dan erosi pantai. Selain itu, konflik sosial antara penambang dengan nelayan. Kebijakan itu dinilai akan memicu gejolak sosial di wilayah pesisir atau sedimentasi pasir tersebut.

"Jadi menurut saya kita perlu berhati-hati. Dan menurut saya bukan keputusan yang cermat yang dilakukan oleh Mendag dalam hal ini untuk melakukan ekspor pasir. Karena beberapa implikasi jauh lebih banyak daripada sekadar manfaat ekonomi," tutur Andry.

[Gambas:Video CNN]

Read more