live.asianbookie nowgoal

2024-10-08 06:31:53  Source:live.asianbookie nowgoal   

live.asianbookie nowgoal,vcs bar bar,live.asianbookie nowgoal

Jakarta, CNBC Indonesia- Pengusaha industri hasil tembakau protes pada rencana Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024. Dalam beleid tersebut mengatur kemasan rokok polos tanpa merek.

Ketua GAPPRI Henry Najoan mengatakan, bisnis industri hasil tembakau sudah berjalan hampir satu abad. Hingga saat ini masih berjalan dengan baik hingga membentuk mata rantai dari hulu ke hilir melibatkan masyarakat lokal.

Apalagi, saat ini pengusaha rokok juga telah diawasi dan diatur dengan lebih dari 480 peraturan yang ketat, baik sisi fiskal maupun nonfiskal yang meliputi peraturan daerah, bupati, wali kota, gubernur, sampai kementerian dan perundang-undangan.

Menurutnya, ratusan aturan yang memagari industri hasil tembakau layaknya BUMN yang dikelola swasta.

"Industri ini ketat diawasi. Tapi terlihat sekali selalu menekan industri ini," ujarnya dalam acara Coffee Morning CNBC Indonesia, Kamis (19/9).

Baca:
Kaget PP Kesehatan Mendadak Muncul, Ini Poin Keberatan Pengusaha Rokok

Pedagang Pasar Ikut Protes, Minta Prabowo Turun Tangan

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) Suhendro menyampaikan protes serupa. Dia mengatakan, pedagang juga menolak rencana penerbitan aturan soal kemasan rokok tersebut. Sebab, kata dia, yang merupakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah paling merasakan dampaknya.

"PP ini harus direvisi, pemerintahan baru pak Prabowo Subianto, kita mohon dengan Menteri Kesehatan baru, revisi PP 28/2024," ujarnya

Adapun poin penolakan APARSI. Yaitu, aturan penjualan rokok dengan jarak minimal 200 meter yang bakal mengancam keberlangsungan hidup para pedagang.

"200 meter ini siapa yang akan ukur? bagaimana pengawasannya. Di pedangan pasar, kontribusi terbesar dari fast moving, salah 1 rokok, kalau 200 meter ini gimana? pasti berat," sebutnya.

Ia menjelaskan, di kawasan pasar, ada ruang kesehatan, ruang bermain anak, hingga ruang merokok, yang dipisahkan antar lantai. "Kalau tidak boleh 200 meter, gimana? lucu," ucapnya.

Dan, lanjutnya, kemasan polos sulit membedakan antara rokok legal dan ilegal. Selain itu, harga jual yang akan naik juga akan meresahkan konsumen.

Baca:
Soal Kemasan Rokok Polos, RI Harus Belajar dari Kasus Australia di WTO

Selain itu, Ia juga menyampaikan usulan yang dapat dilakukan oleh pemerintahan baru mendatang dengan merevisi aturan tersebut.

Pemerintahan yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto mendatang dapat menghapus zonasi larangan berjualan jarak 200 meter, menghapus aturan kemasan polos dan memperbanyak media edukasi kepada masyarakat terutama para generasi muda.

"Pasar rakyat siap menjadi tempat media promosi kesehatan dan bahaya merokok," pungkasnya.

Ketua Umum APARSI, Suhendro dalam acara CNBC Indonesia Coffee Morning Tembakau di Jakarta, Kamis (19/9/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)Foto: Ketua Umum APARSI, Suhendro dalam acara CNBC Indonesia Coffee Morning Tembakau di Jakarta, Kamis (19/9/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Ketua Umum APARSI, Suhendro dalam acara CNBC Indonesia Coffee Morning Tembakau di Jakarta, Kamis (19/9/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

(dce) Saksikan video di bawah ini:

Video: Kemasan Polos Tanpa Merek Ancam Industri Tembakau

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Bukan Kaleng-Kaleng, Industri Rokok Tulang Punggung Ekonomi RI

Read more