jollymax top up

2024-10-08 06:29:33  Source:jollymax top up   

jollymax top up,chord lagu tungkek mambaok rabah,jollymax top upJakarta, CNN Indonesia--

Meliana, bukan nama sebenarnya, berprofesi sebagai guru honorerdi Jakarta sejak 2019. Kalau bukan karena kecintaannya dengan dunia pendidikan dan mengajar, profesi itu sudah dia tinggalkan dari dulu.

Bagaimana tidak, gaji yang dia terima selama mengajar hampir enam tahun itu tak pernah menyentuh angka upah minimum regional (UMR) DKI Jakarta.

Gaji yang dia kantongi saat awal menjadi guru honorer hanya Rp2 juta. Itu juga diberikan per tiga bulan sekali alias dirapel. Bahkan, dia pernah telat digaji.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lihat Juga :
Duduk Perkara dan Setumpuk Persoalan Guru Honorer di Jakarta

Semenjak dirinya terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), gajinya berangsur naik. Namun, tetap saja di bawah UMR Jakarta.

"Lama-lama naik tuh jadi Rp3,9 juta. Terus jadi Rp4,22 juta," ujar dia.

Terakhir, gajinya Rp4,6 juta. Meski di atas kertas gajinya terus naik, Meliana harus mengembalikan uang Rp1 juta kepada sekolah.

"Katanya buat keperluan sekolah. Padahal yang saya tanda tangan itu misalnya Rp3,9 juta. Tapi yang saya terima enggak segitu," ucapnya.

Tapi, profesi itu terus dilakoni Meliana. Selama hampir enam tahun ini, dia sudah mengajar di beberapa sekolah.

Sekolahnya yang terakhir adalah salah satu sekolah dasar negeri (SDN) yang berlokasi di Jakarta Barat.

Setiap hari dia bolak-balik menggunakan KRL. Ia berangkat pagi-pagi buta karena rumahnya di Jakarta Timur. Dia harus menempuh 1,5 sampai 2 jam perjalanan menggunakan transportasi umum.

"Saya jam 4 sudah berangkat, jam setengah 5. Tapi prepare-nya (siap-siap) dari jam 3," ucap dia.

Meliana tak mau kesiangan. Dia tak mau melewatkan satu jam pelajaran pun dengan alasan rumahnya jauh.

Dia mengajar laiknya guru-guru PNS dan PPPK. Namun, gajinya berbeda. "Bebannya sama," kata Meliana.

Meliana bisa saja mengajar di tempat yang lebih dekat dengan rumahnya. Dia sempat diterima di salah satu SD swasta di kawasan Jakarta Timur.

Lihat Juga :
P2G Bantah Disdik: Banyak Guru Honorer Dipecat Punya Dapodik dan NUPTK

Namun, kata dia, SDN di Jakbar lebih membutuhkan guru. Dia melihat ada peluang lebih jauh juga jika mengajar di SDN negeri. Rencananya, Meliana ingin mencoba daftar PPPK Guru pada Desember 2024.

Namun, kini ia seolah menemui jalan buntu. Meliana tiba-tiba saja dipecat secara sepihak oleh sekolah tempatnya mengajar. Dia tak mengerti alasan yang membuatnya sampai dipecat.

Nomor Dapodiknya dinoaktifkan pula. Dia tidak bisa lagi mengajar dan tidak bisa juga mendaftar PPPK Guru.

"Itu yang bikin menyesakkan di saya tuh itu. Jadi, misalnya saya udah diusir dari sekolah, terus karier saya juga kayak dihambat banget," ujarnya.

Pemecatan sepihak ini tidak hanya terjadi pada Meliana. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendapatkan aduan 107 guru honorer di Jakarta yang dipecat secara sepihak.

Salah satu korban pemecatan lainnya adalah Kirana (bukan nama sebenarnya). Dia sudah menjadi guru honorer di Jakarta sejak 2021.

Tanggal 11 Juli 2024 pukul 21.32 WIB, dia mendapat pemberitahuan pemecatan itu lewat pesan WhatsApp dari kepala sekolah.

Kirana kaget saat melihat pesan itu. Dia hanya bisa diam. Tapi tak lama setelah itu, air matanya tidak terbendung. Ia memikirkan nasibnya sendiri dan juga nasib murid-muridnya.

"Saya nangis, mikirin pekerjaan hilang dan mikirin murid-murid saya gimana," kata Kirana.

Sama seperti Meliana, Kirana juga sangat menyukai dunia pendidikan dan mengajar. Meski pernah dia digaji Rp1,5 juta per bulan, dia tak pernah absen mengajar.

"Saya bertahan jadi guru honorer karena memang cinta dengan dunia pendidikan, kita suka ngajar. Dan saya sudah terlalu sayang dengan murid-murid saya. Jadi lebih ke berat ninggalin mereka," kata Kirana.

Lihat Juga :
P2G Terima Laporan 466 Guru Honorer Tak Diberi Jatah Mengajar

Dia bahkan masih mengajar ketika tengah hamil besar dan memasuki kontraksi sebelum melahirkan.

"Hari Jumat dini hari saya udah mulai kontraksi. Terus ada kelas, sayang juga kasihan anak-anak saya kalau saya cuma ngasih tugas juga. Jadi sambil G-Meet sesekali kontraksi datang ditahan dulu, lanjut ngomong lagi jelasin materi," imbuhnya.

Namun, usaha dan dedikasi itu tidak membuat Kirana selamat dari pemecatan massal. Dinas Pendidikan mungkin bahkan tidak tahu apa yang telah dilalui Kirana dan Meliana.

Tak ada kata maaf karena selama ini tidak bisa memberikan gaji yang layak dan tidak ada penghargaan. Yang ada hanya pesan pemecatan sepihak dan mendadak.

Alasan Disdik DKI Jakarta tak bisa diterima

Disdik mengatakan pemecatan tersebut mengacu pada temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Mereka menyebut yang terjadi sekarang ini adalah penertiban, bukan pemecatan massal.

Disdik menyebut berdasarkan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2022, guru yang dapat diberikan honor dengan dana BOS harus memenuhi empat persyaratan, seperti berstatus bukan aparatur sipil negara (ASN), tercatat pada Dapodik, memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), serta belum mendapatkan tunjangan profesi guru.

"Jadi, bukan dipecat. Kami melakukan penataan dan penertiban dalam rangka agar para guru itu benar-benar tertib," kata Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Budi Awaluddin di Balai Kota DKI, Rabu (17/7).

Kirana menilai Disdik tidak tahu kondisi di sekolah secara riil. Dia mengungkapkan banyak sekolah yang kekurangan guru, sehingga terpaksa merekrut honorer. Mau tidak mau, sekolah harus menyisihkan sebagian dari dana BOS untuk honorarium.

"Jadi makin heran Disdik klarifikasi kebanyakan nyalahin sekolah. Padahal sekolah melakukan itu karena kepepet butuh guru, sudah lapor Disdik enggak ada guru yang dikirim. Jadi, sebenarnya bukan salah sekolah semua. Akarnya dari mana coba sekolah rekrut honor?" ucapnya.

Sementara itu, untuk memenuhi persyaratan penerima dana BOS tidak mudah. Seharunya, kata Kirana, Disdik juga melihat hal tersebut dan mencari alternatif solusi.

"Kalau honorer jadi temuan di BPK, ya biar enggak honorer lagi diangkat KKI biar yang honorer bisa memenuhi standar untuk dapat dana BOS," kata Kirana.

Ia pun berharap Dapodik guru yang dipecat kembali diaktifkan. Dengan demikian, guru honorer masih punya kesempatan untuk mendaftar seleksi PPPK Guru.

Lihat Juga :
LBH Jakarta Buka Pos Pengaduan Guru Honorer Korban Pecat Massal

Pengacara Publik LBH Jakarta Fadhil Alfathan menilai temuan BPK seharusnya tidak bisa dijadikan dasar pemecatan oleh Disdik DKI Jakarta. Ia menduga ada pelanggaran dalam kebijakan pemecatan sepihak tersebut. 

"Yang harusnya ditindaklanjuti itu rekomendasi BPK. Apakah ada rekomendasi BPK yang memerintahkan untuk dilakukannya cleansing(pemecatan)?" kata Fadhil.

Ia pun menyayangkan istilah 'cleansing' atau 'pembersihan' yang digunakan Disdik. Menurutnya, istilah tersebut biasanya dipakai dalam tindakan kejahatan, seperti pembersihan ras atau genosida.

"Menjadi malu ketika kita melihat ada orang berpikir bahwa ini adalah genosida terhadap guru honorer. Karena penggunaan istilah yang bagi kami ambigu," tuturnya.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri berpendapat pemecatan massal guru honorer lebih banyak berdampak buruk.

Salah satunya, berpotensi terjadinya learning losspada siswa. Hal ini sudah tampak ketika pandemi Covid-19 saat siswa tak bisa bertemu tatap muka dengan guru.

"Kita harus belajar dari pandemi bahwa murid-murid kita, para siswa kita, anak-anak Indonesia itu mengalamilearning lossakibat pandemi. Intinya apa? Intinya karena tidak ada pertemuan langsung dengan guru," kata Iman.

"Dan hari ini dengan diusirnya para guru honorer dari sekolah-sekolah," lanjutnya.

Dia juga mengingatkan pada 2024, Indonesia masih butuh 1,3 juta guru lagi. Sementara itu, seleksi PPPK hanya bisa memenuhi 55 persen saja.

"Karena itu, kita sudah bisa menduga akan ada banyak kelas yang sangat kosong," ujarnya.

(yla/tsa)

Read more