rajabandor

2024-10-08 00:19:01  Source:rajabandor   

rajabandor,login messenger tanpa aplikasi,rajabandor

Jakarta, CNBC Indonesia- Penjualan ritel modern tahun ini diprediksi tidak akan bertumbuh signifikan. Harus puas di satu digit saja.

Diduga, uang yang dimiliki orang Indonesia semakin sedikit. Akibatnya, pola belanja berubah dengan membeli barang yang lebih murah.

Kondisi ini mengonfirmasi kondisi ekonomi RI tak sedang baik-baik saja.

Ditandai dengan 9,48 juta warga kelas menengah RI turun kelas. Tahun 2019, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 57,33 juta orang dan tahun 2024 susut menjadi 47,85 juta orang.

Di saat bersamaan, jumlah warga RI masuk kelompok rentan miskin membengkak, dari sebelumnya 54,97 juta orang di tahun 2019 menjadi 69,69 juta orang di tahun 2024.

Tak hanya itu.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia terus berlanjut. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan, jumlah PHK di bulan Juli 2024 melonjak jadi 42.863 orang, dari bulan Juni 2024 yang tercatat sebanyak 32.064 orang.

Baca:
Kelas Menengah RI Hidupnya Makin Susah Buktinya Ada di QRIS

"Penurunan daya beli masyarakat kelas menengah bawah telah terjadi sejak awal tahun ini terutama setelah Idulfitri 2024. Daya beli masyarakat kelas menengah bawah di luar pulau Jawa relatif lebih stabil dibandingkan dengan yang di pulau Jawa," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (18/9/2024).

Karena itu, dia berharapkan pemerintah bereaksi dengan tidak membuat kebijakan dan aturan yang justru menambah beban masyarakat. Terutama, warga kalangan kelas menengah ke bawah. Sebab, tukasnya, hal itu akan semakin memperlemah daya beli masyarakat.

"Uang yang dipegang semakin sedikit. Maka saat ini pola belanja masyarakat kelas menengah bawah cenderung untuk membeli barang ataupun produk dengan nilai atau harga satuan yang lebih kecil atau murah," sebutnya.

"Inilah juga yang menjadi salah satu penyebab kenapa barang impor ilegal semakin marak. Dikarenakan harganya yang sangat murah akibat tidak membayar berbagai pungutan dan pajak sebagaimana mestinya," cetus Alphonzus.

Karena itulah, tambah dia, segmen toko modern yang kini masih mampu cetak kinerja relatif bagus adalah yang berada di kategori kelas menengah-bawah.

"Toko seperti Mr.DIY, Miniso, KKV, Sociolla dan lainnya justru mengalami kinerja cukup baik karena produk/ barang yang dijual relatif dengan harga satuan yang kecil/ rendah ataupun berharga murah," terang Alphonzus.

Alphonzus menambahkan, rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% di tahun 2025 berpotensi memperlemah daya beli masyarakat kelas menengah bawah.

"Sehingga sebaiknya rencana tersebut ditunda sementara waktu sampai dengan kondisi telah menjadi lebih baik," ujarnya.

Baca:
Jokowi Ungkap Masalah Besar: Pengusaha Sampai Rakyat Kecil Korban

Dia memprediksi, lesunya konsumsi saat ini masih akan terus berlanjut sampai akhir tahun 2024 nanti.

"Diperkirakan kondisi ini akan terus terjadi sampai dengan akhir tahun ini. Sehingga diprediksi juga pertumbuhan industri usaha ritel secara keseluruhan pada 2024 ini hanya akan single digit saja," kata Alphonzus.

"Diharapkan akan terjadi perbaikan pada tahun 2025 mengingat pemerintah baru menargetkan pertumbuhan ekonomi yang cukup agresif dari tahun-tahun yang lalu," tambahnya.

Alphonzus mengatakan, upaya untuk mengatasi penurunan daya beli masyarakat tidak bisa dilakukan oleh pelaku usaha sendiri.

"Tapi harus dikendalikan oleh pemerintah. Pelaku usaha hanya dapat melakukan langkah-langkah sementara saja. Antara lain, menyediakan barang ataupun produk yang dijual dalam kemasan yang lebih kecil agar harga jual lebih terjangkau," jelasnya.

Baca:
Industri Manufaktur RI Makin Genting, Badai PHK Tak Terbendung

Selain itu, katanya, dengan mengintensifkan program diskon belanja melalui penyelenggaraan program belanja. Seperti menggelar Jakarta Great Sale, juga Indonesia Shopping Festival.

"Diskon belanja dimaksudkan untuk membantu masyarakat kelas menengah-bawah dalam berbelanja di tengah daya belinya yang sedang menurun," pungkas Alphonzus.


(dce/dce) Saksikan video di bawah ini:

Mengapa "K" dalam 100K Dibaca Ribu? Ini Asal-Usulnya

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Daftar Pemilik 10 Mal Raksasa Nan Mewah di Jakarta

Read more